Rabu, 15 Agustus 2007

Ekoponik Lobster Dipanen, Selada Dipetik

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 12:45:29

Teknik itulah yang diterapkan David Attawater, hobiis lobster asal Australia. Setiap 4-5 bulan, ia memamen lobster dan selada dari halaman belakang rumah. Padahal di sana tak terlihat kolam pembesaran atau akuarium berukuran besar layaknya peternak lobster. Yang tampak hanya barisan selada di atas talang hidroponik dan beberapa kolam fiber tertutup styrofoam. Namun, saat penutup putih itu diangkat tampak ratusan crayfish-nama lain lobster air tawar-berukuran 10-12 cm berkecipak.

Ini lobster ekoponik, ujarnya. Dengan menggunakan jaring, ia mengangkat 5-6 lobster berbobot sekitar 80-90 g itu ke dalam ember. Ia lalu melangkah ke kolam lain yang jaraknya hanya 2-3 langkah. Di sana 12 ikan silver perch berbobot 250 g/ekor dipanen. David mengambil 2 ekor Bidyanus bidyanus kesukaannya lalu memetik beberapa helai selada dari talang hidroponik. Hari itu sup lobster lengkap dengan sayuran hasil dari kebun ekoponik menjadi menu spesial.

Lobster ekoponik

Terobosan terbaru di dunia lobster yang diterapkan pakar di bidang hidroponik itu kini mulai dilirik di Indonesia. David menyebutnya sistem ekoponik karena memadukan akuaponik dan hidroponik. Prinsip teknik ini, air berputar dari satu kolam ke kolam lain tanpa ada yang terbuang. Meski di lahan sempit dan sumber air terbatas, David bisa membesarkan lobster, selada, dan tanaman hias sekaligus.

Ekoponik yang dibuat David terdiri dari kolam ikan berukuran 3,4 m x 1 m x 1 m berisi ikan air tawar. Lalu 3 talang NFT sepanjang masing-masing 3 m ditanami selada hijau, 2 tumpukan styrofoam sebagai biofi lter, kolam permanen yang dilengkapi tanaman air sebagai fi lter alami, tangki pembersih racun, dan kolam lobster berukuran 1,5 m x 0,5 m x 0,5 m. Setiap bagian dihubungkan dengan pipa PVC berdiameter 3,5 cm sepanjang 2-3 meter. Di ujung pipa diberi lubang sebanyak 15-20 buah sebagai tempat keluar air sekaligus aerator. Air didorong menggunakan 2 pompa otomatis yang beroperasi setiap 15 menit. Dengan cara itu kebutuhan oksigen terlarut tetap terjamin.

Nitrat dan amonium

Cara kerjanya? Sebanyak 500-600 liter air dalam kolam ikan menjadi sumber air utama bagi sistem ekoponik. Dari sana air dialirkan ke kolam lobster dan talang hidroponik. Nah, supaya air terbebas dari nitrat, amonium, dan polutan lain yang beracun, sebelumnya dimasukkan ke dalam kolam berisi paku-pakuan seperti Boston ferns, maiden hair ferns, dan selada. Tanaman-tanaman itu bertugas sebagai penyerap kelebihan nitrat yang berbahaya bagi lobster. Nitrat dan amonium justru dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman air.

Lantaran sistem ekoponik dirancang untuk menyuplai nutrisi secara kontinu, nitrat dan amonia yang terkandung dalam kotoran ikan dan lobster harus difi lter. Dari kolam lobster, nitrat, amonia, dan zat padat terlarut dialirkan melalui pipa PVC berdiameter 3,5 cm sepanjang 1-2 m menuju tangki pembersihan. Di dalam tangki berkapasitas 65 liter itu racun-racun ditangkap menggunakan katup dan kain yang dilekatkan pada ujung pipa.

Agar lebih steril, alumnus Grafton National Fishing Industry Education Centre, Austalia, itu menyaring kembali air di kolam penyaringan. Kolam berukuran 0,5 m x 0,2 m x 0,3 m dilengkapi tanaman air Bacopa monniera yang berfungsi sebagai penahan kerikil dan kotoran padat lain. Sebanyak 10-15 tanaman air itu diletakkan di dalam lubang di dasar kolam.

Dengan sistem gravitasi, air kemudian mengalir secara otomatis ke biofi lter yang posisinya lebih rendah. Biofi lter sederhana itu berupa 10 tumpukan boks styrofoam yang dasarnya diberi 4-5 lubang kecil dan dialasi jaring halus. Setiap tumpukan berisi ratusan bola-bola kecil yang bertugas menangkap sisa nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Nah, air itulah yang dipompa kembali menuju kolam lobster dan NFT, kata David.

Pemberian nutrisi

Ir Cuncun Setiawan, peternak lobster kawakan di Jakarta, berpendapat beternak lobster dengan sistem ekoponik dapat diterapkan asal pasokan air bebas racun. Bila kondisi air bagus lobster pasti tumbuh sehat, kata Cuncun. Menurutnya sistem ekoponik pada lobster cocok untuk skala hobiis karena efi sien di lahan sempit. Namun, sulit diterapkan untuk pembesaran karena hewan bercangkang itu memerlukan lahan luas untuk tumbuh besar.

Tak hanya air bersih dan oksigen terlarut yang diperlukan. Pakan berupa pelet juga diberikan 2-3% dari bobot tubuh atau sekitar 200-300 g/hari. Selain itu lobster diberi tambahan pakan berupa kulit wortel, vitamin, dan mineral. Menurut Yos Sutiyoso, pakar hidroponik di Jakarta, selada hidroponik dan tanaman hias air dapat tumbuh sehat lantaran mendapatkan suplai nutrisi berupa N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Cu, Zn, B, dan Mo dari kotoran ikan dan lobster yang terurai. Kotoran ikan dan lobster mengandung zat yang diperlukan selada. Hanya perlu dicermati jumlah nutrisi yang dipasok ikan dan lobster, kata Yos. Menurutnya pasokan pakan dan nutrisi berbanding lurus dengan kotoran yang dihasilkan.

Parameter air

Pertumbuhan lobster, ikan air tawar, hingga tanaman air tergantung kondisi air. Oleh karena itu, David rutin mengecek kandungan oksigen terlarut, pH, dan suhu. Dengan sistem air berputar terus-menerus, oksigen terlarut dicapai di atas 5 ppm. Semakin tinggi kadar oksigen terlarut maka proses respirasi dan metabolisme semakin bagus. Suhu air dipertahankan 23-26oC.

Kadar keasaman air dijaga 7. Maklum, bila pH naik maka kadar amonia juga meningkat sehingga membahayakan ikan dan lobster. Bila pH terlalu rendah, kalsium karbonat (CaCO3) diberikan hingga pH netral. Pemberian kalsium karbonat terlalu banyak mengakibatkan persentase amonia dalam air juga naik. Pokoknya kalau pH sudah netral jangan ditambahkan lagi, sarannya.

Dengan perawatan relatif mudah seperti membersihkan pompa dan biofi lter, serta mengukur parameter air seminggu sekali, lobster, ikan air tawar, selada pun tumbuh sehat bersama-sama.(Rahmansyah Dermawan)

Johan Efendi - Laba Tinggi Usai Dijepit Yabby

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 12:49:37

Pembeli bibit lobster Cherax quadricarinatus terus berdatangan ke farmnya seluas 200 m2 di Kopen, Yogyakarta. Mereka datang dari berbagai kota seperti Surabaya, Malang, Semarang, Purwokerto, Jambi, dan Gorontalo. Total jenderal pria 39 tahun itu memasarkan 6.000 lobster ukuran 5 cm per bulan, 2.000 ekor di antaranya hasil budidaya sendiri.

Untuk menghasilkan bibit lobster itu ia memerlukan waktu 2 bulan. Biaya yang digelontorkan cuma Rp750 per ekor sehingga total ongkos produksi Rp1.500.000. Sedangkan 4.000 ekor lain diperoleh dari rekannya anggota Asosiasi Pembudidaya Lobster Air Tawar Indonesia (APLATI). Ia hanya mengutip untung Rp500 per ekor. Laba bersih yang ditangguk alumnus Teknik Sipil Universitas Atmajaya Yogyakarta itu dari penjualan lobster 5 cm Rp5,5-juta per bulan. Itu di luar penjualan induk siap pijah berumur 7 bulan.

Harga satu set indukan-terdiri atas 3 jantan dan 5 betina-yang telah berjodoh Rp450.000. Padahal, dalam sebulan Johan menjual 30-35 set senilai Rp13,5-juta-Rp15,7-juta. Untuk membesarkan induk besar itu ia menghabiskan Rp2.000 per ekor alias Rp480.000-Rp560.000. Untung bersih dari penjualan induk siap pijah mencapai Rp13-juta setiap bulan.

Ceruk besar

Permintaan bibit memang deras mengalir. Namun, hingga saat ini tak semuanya terlayani. Masih ada permintaan 2.000 ekor per bulan yang gagal dipasok. Maklum, di Kopen, Yogyakarta, kelahiran Palembang 10 Agustus 1966 itu hanya mengelola 22 bak pembenihan terbuat dari semen. Di sana terdapat 20 bak berukuran 2 m x 2 m masing-masing terdiri atas 1 set induk dan 2 bak 5 m x 1 m yang diisi 15 set induk. Di Giwangan, Bantul, ayah 3 anak itu juga mengelola sebuah kolam semen 40 m2 terdiri atas 240 indukan.

Dari total 500 indukan itulah Johan Efendi memetik 2.000 lobster 5 cm dan 35 set indukan per bulan. Pasar lobster konsumsi juga minta pasokan. Syaratnya lobster hidup terdiri atas 3 ekor per kg. Harganya disepakati Rp250.000. Alih-alih Memenuhi permintaan mereka, untuk bibit pun belum terlayani sepenuhnya.

Johan Efendi tak serta-merta menggapai pasar empuk itu. Modal Rp1-juta amblas ketika 400 lobster yang ditebar meregang nyawa. Musababnya, suhu air di Wonosobo berketinggian 1.000-an m dpl amat dingin. Anggota famili Cambaridae itu hanya bertahan 14 hari. Pilihan lokasi di kaki Gunung Sumbing itu terbukti keliru, habitat yabby di daerah beriklim hangat.

Itu bukan kegagalan terakhir. Pada September 2004 lagi-lagi ia merasakan pedihnya dicapit lobster. Sekitar 40 set induk mati karena air tercemar pakan berupa cacing sutra yang mati sehingga terjadi polusi amonia. Sekitar Rp18-juta modalnya pun membusuk. Tiga bulan berselang giliran 1.540 ekor ukuran 5 cm terkapar lantaran diracun orang tak dikenal. Ia rugi Rp5-jutaan.

Di tengah keterpurukan tersisa semangat untuk melanjutkan pembesaran kerabat udang itu. Untuk mengantisipasi kegagalan itu ia lebih intens mencari informasi soal red claw di dunia maya hingga tengah malam. Selain itu ia juga mencari saran dari peternak lain di berbagai kota.

Strategi itu ternyata tidak mengelakkan Johan dari bencana. Pertengahan 2005 setidaknya 1.200 ekor berumur 2 bulan akhirnya mati. Saat itu Johan menebar lobster ukuran 5 cm di sebuah kolam koi berdinding semen dan dasar berlumpur. Satwa air itu banyak yang hilang dan lambat perkembangannya. Kemungkinan kompetisi makanannya kalah dibanding koi yang perkembangannya cepat, tuturnya. Kerugian yang dideritanya Rp3,6-juta.

Ragam komoditas

Kegagalan beragribisnis sejatinya bukan hal baru bagi Johan Efendi. Sebelum menggeluti lobster pada April 2003, ia sempat membudidayakan puyuh di Sukoharjo, Jawa Tengah. Ia memasarkan 5.000 piyik per bulan ke Boyolali, Klaten, dan Salatiga.

Badai krisis moneter pada 1998 menghantam usahanya. Saat itu harga pakan melonjak 3 kali lipat menjadi Rp200.000 dari sebelumnya Rp70.000 per sak. Usaha puyuh itu lesu darah dan akhirnya gulung kandang.

Johan kembali mencoba peruntungan bisnis. Pilihan jatuh pada parkit Melopsittacus undulatus sekadar meneruskan usaha kerabatnya yang pulang ke Palembang. Namun, usaha itu hanya bertahan setahun karena harga pakan yang mahal, mencapai Rp6.000 dari sebelumnya Rp2.500 per kg. Komoditas bawang daun menjadi pilihan berikutnya pada 2000. Anak ke-9 dari 10 bersaudara itu memasok 12 ton kg bawang daun segar per pekan ke raksasa produsen mi. Pehobi tenis itu mengumpulkan Allium fistulosum dari beberapa pekebun. Pada 2002 setelah setahun digeluti, bisnis bawang daun pun berhenti.

Baru pada 2003 ia melirik lobster. Ini pasti bakal lebih prospektif dibandingkan puyuh, parkit, atau bawang daun. Sebagai ikan konsumsi prospeknya bagus dan memiliki nilai ekonomis tinggi, katanya. Johan membuat 5 akuarium masing-masing 1 m x 0,5 m x 0,4 m di ruang tamunya. Setiap akuarium diisi 5 set indukan dengan total nilai Rp5- juta. Hasilnya, sekitar 2.500 burayak. Satu ekor induk menghasilkan 150-200 ekor pada proses peneluran pertama, ujarnya.

Saat itu lobster air tawar terbilang komoditas baru yang menawan calon pengusaha agribisnis. Dengan cepat lobster produksi Johan terserap pasar dengan harga tinggi: Rp30.000 per ekor ukuran 5 cm. Hasil penjualan perdana itu digunakan untuk ekspansi usaha di Kopen. Dari sanalah kini gelimang rupiah didapat di antara kesibukannya mendirikan ratusan hunian. Di sana pula ia menghabiskan waktu usai pulang kerja dan menanggalkan jabatan direktur. Meski untuk, sesaat sebelum akhirnya ia kembali bermetamorfosis. (Sardi Duryatmo/Peliput: Hanni Sofia).

GETAH PEPAYA

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 18:00:00

Jaring Peneduh

Benih berukuran 5 cm rentan cacat. Misal putus capit saat dikirim dalam jumlah padat. Penyebabnya bermacam-macam, dari gesekan hingga berkelahi dengan sesama. Indra peternak di Jelambar, Jakarta Barat, menutup dasar boks dengan jaring peneduh. Benih dituang lalu ditutup shading net kembali. Cara itu ampuh melindungi benih dari kerusakan. ***

Lingkaran Hulahop

Kiambang Pistia stratiotes sering dimanfaatkan pendeder sebagai pelindung benih dari sengatan matahari dan cucuran air hujan. Namun, bila jumlahnya banyak sampai nyaris menutup permukaan kolam, jadi masalah ketika menebar pakan. Kumpulkan kiambang dalam beberapa lingkaran seperti hulahop, ujar Setiadi di Purwokerto. Cara praktis itu terbukti memudahkan pemberian pakan tanpa mengurangi peran sang tanaman air.***

Pesta Red Claw

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 18:01:00

Ketika itulah masyarakat setempat menyambut musim panas dengan pesta pora. Pesta meriah itu dilangsungkan di Restoran Saari di Sirplaasari, Helsinki, nyaris setiap hari. Di sana para tamu bakal dimanjakan dengan kelezatan hidangan olahan para ahli kuliner profesional. Menunya? Semangkuk besar lobster rebus, 4 iris roti tawar, 1 cup bir, dan semangkuk saos. Pengunjung tak perlu takut kehabisan. Untuk pesta itu pihak restoran mengimpor langsung red claw dari Australia.

Pesta yang digelar sejak 1998 itu senantiasa dibanjiri tamu. Tidak hanya lokal, pengunjung dari Perancis, Inggris, Amerika, Jepang, dan Belanda tertarik datang. Mereka bahkan perlu mengantre untuk mendapatkan tempat duduk. Maklum, kursi yang disediakan terbatas, hanya 200 bangku. Untuk setiap porsi bagi 4 orang, pihak restoran mengutip biaya US$150 setara Rp1,4-juta. (Dian Adijaya S)

Agar Lobster Papua Naik Pelaminan

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 18:10:44

Peristiwa naas itu terjadi setahun silam.Dengan berat hati, Doni-demikian ia dipanggil-mengangkat satu per satu lobster berukuran 7-10 cm itu dari akuarium berukuran 1 m x 0,5 m x 0,6 m. Modal yang dicemplungkan untuk memboyong 3 set lobster senilai Rp750-ribu/set pun hilang tanpa bekas. Jangankan menghasilkan telur, mengawinkannya aja sangat sulit. Jadi, kita tidak bisa produksi, kata alumnus Universitas Surabaya itu kesal.

Menurut suami Novy Kusumawardhani itu ia sudah merawat lobster papua dengan telaten. Pakan diberikan 2 kali sehari. Pergantian air rutin dilakukan seminggu sekali. Tak habis pikir, kok bisa mati. Padahal perawatan sama dengan redclaw, ucap Doni. Usaha lain menyilangkan dengan redclaw juga sia-sia belaka.

Susah makan

Kesulitan juga dialami pemain lama yang mencoba menangkarkan lobster papua. Sri Hardono misalnya, setahun silam 30 lobster black tiger meregang nyawa di farmnya di bilangan Lentengagung, Jakarta Selatan. Mereka mati satu per satu. Sekarang tinggal 10 ekor, ujarnya.

Seperti Doni, Hardono pun sudah telaten merawat lobster berkulit belang mirip harimau itu. Kondisi air seperti pH, 7-8; suhu dan pergantian air rutin dicek. Pakan pelet sebanyak 2-3% dari bobot tubuh/ekor diberikan sehari sekali pada sore hari. Obat penumbuh lumut juga ditebar agar kondisi kolam sesuai dengan habitat aslinya.

Namun, pengorbanan ayah Dewi May Cahyanti itu sia-sia. Lobster peliharaan mati satu per satu. Ia malas makan, gerakannya pun lamban. Pertumbuhan juga sangat lambat, katanya. Menurut pengamatan Hardono selama 6 bulan ukuran tubuh tetap sama seperti saat dibeli, 6-7 cm. Bandingkan dengan red claw yang bisa berukuran 2 kali lipat pada umur sama.

Adaptasi

Sulitnya perawatan lobster papua seperti Cherax monticola, C. lorentzi, C. orange, black tiger, dan blue brick lantaran mereka kurang adaptif dengan lingkungan baru. Tak heran bila peternak lobster di Jakarta, Surabaya, Malang, dan daerah lain, harus mati-matian menjinakkannya agar tidak mati.

Menurut Cuncun Setiawan, pemilik Bintaro Fish Center, Jakarta Selatan, beragam penyebab kematian lobster papua. Pengemasan yang tidak benar hingga perawatan di kolam yang kurang baik. Lobster yang dikirim saat pergantian kulit, kematian bisa mencapai 50% lebih, ujar Cuncun. Itu lantaran perubahan suhu selama dalam perjalanan. Pengemasan yang baik menggunakan sabut kelapa basah atau memakai kotak plastik transparan berisi kertas basah. Agar tetap lembap dan basah, es batu ditaruh di dalam boks styrofoam. Selain itu, lobster sebaiknya dikirim tidak dalam kondisi moulting alias ganti kulit.

Lobster-lobster papua itu sensitif. Perubahan suhu air yang tajam atau berbenturan bisa mngakibatkan stres, ujar FX Santoso, peternak asal Surabaya. Oleh karena itu Santoso-demikian ia disapa- sangat memperhatikan 2 indukan black tiger, 30 blue brick, 100 C. lorentzi, dan 30 C. orange miliknya. Di farmnya di bilangan Rungkut Permai, Surabaya, ia menggunakan air bersih bersuhu rendah, maksimal 24oC. Aerator berarus sedang juga diberikan untuk menyuplai kebutuhan oksigen.

Agar anggota keluarga Crustaceae itu hidup nyaman, Cuncun merancang kolam semen berukuran 2 m x 1 m x 0,3 m. Kolam dibuat rata dengan permukaan tanah agar suhu dalam kolam tetap dingin. Kolam yang mampu menampung 100 lobster berukuran jumbo-rata-rata 15 cm/ekor-itu juga dilengkapi filter dan aerator.

Kolam atau akuarium dibuat agak gelap. Maklum, di habitat aslinya seperti di Timika, Wamena, dan Lembah Baliem, lobster papua banyak berdiam di tepi sungai yang agak gelap. Karena itu penutup dari asbes atau jaring 70-80% bisa diletakkan di atas kolam. Tidak gelap sama sekali tetapi cahaya yang masuk jangan terlalu banyak, kata Cuncun. Batu bata dan pipa PVC tetap disediakan sebagai tempat sembunyi.

Air yang digunakan sebaiknya diendapkan selama 12 jam agar pH stabil. Air itu kemudian dimasukkan ke dalam kolam setinggi 20-30 cm. Selain itu aerator diatur agar tidak menghasilkan arus deras. Tiga hari sekali air dikuras sebanyak 30% dari total volume. Itu dimaksudkan agar lobster tidak kaget dengan kondisi air baru. Kotoran dan sisa pakan harus dibuang. Dengan cara itu, pH air tetap bisa dipertahankan 7,5-8.

Pakan

Untuk pakan, masing-masing peternak memiliki resep. Santoso misalnya, selain pelet, menggunakan cacing tanah, tauge, dan ubi. Pagi hari lobster sarapan dengan pelet dan cacing tanah. Sore hari diberi tauge atau ubi.

Resep Cuncun berbeda lagi. Pria berkulit putih itu rutin memberikan pelet, cacing tanah, dan umbi-umbian sebagai pakan. Biasanya dosis pakan 2-3% dari bobot tubuh diberikan 2 kali. Dua puluh lima persen pada pagi hari dan sisanya pada malam hari. Pertimbangannya lobster lebih aktif malam hari sehingga porsi pakan lebih banyak.

Lobster papua termasuk malas makan. Jadi, perlu diperhatikan dosis pemberian pakan. Bila terdapat banyak endapan di dasar kolam, pakan sebaiknya dikurangi sedikit demi sedikit. Setiap hari harus dicek agar kebutuhan pakannya bisa diketahui, ujar Cuncun. Maklum, sisa pakan berlebih menimbulkan endapan sehingga air cepat kotor.

Setelah berumur 4-5 bulan atau berukuran 8-10 cm, lobster papua dikawinkan massal. Untuk luasan kolam 1 m x 2 m, jumlah jantan dan betina 1:3. Artinya, perkawinan 10 jantan dengan 30 betina dalam 1 kolam efektif mendapatkan banyak anakan dalam waktu singkat.

Setelah 2-3 minggu dikawinkan, indukan ukuran jumbo mampu menghasilkan 200-400 telur/induk. Telur dipindahkan ke dalam akuarium yang kondisinya sama dengan kolam. Suhu dipertahankan 24-310C dengan pH 7-8. Bila suhu di bawah 240C telur menetas lebih lama, bisa mencapai 2 bulan. Bila kondisi air stabil, 5 minggu kemudian telur menetas. Pertumbuhan lobster papua memang lambat, tetapi dengan perawatan intensif black tiger, C. lorentzi, dan C. monticola bisa dipijahkan. Intinya harus telaten merawat, kata Cuncun. (Rahmansyah Dermawan)

Di Mana Makan Lobster Air Tawar?

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 18:11:46

Jakarta

  • Restoran Seafood Samudera, Jl. Jenderal Sudirman, Menara BRI II Lantai 8, Jakarta Pusat

    Menu:

    1. Lobster air tawar ala Singapura
    2. Sashimi
    3. Lobster panggang mentega
    4. Lobster panggang keju Harga Rp47.800 per ons
  • Hotel Borobudur, Jl. Lapangan Banteng, Jakarta Pusat

    Menu: insidental

  • Hotel Horison, Jl. Pantai Indah, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara

    Menu: insidental

Bali

  • Hotel Amandari, Ubud

    Menu:

    1. Wok fried thai style, yabbies with chili jam, holy basil and peppercorn, harga Rp190.000 per porsi
    2. Sweet corn and basil soup with basil sauleed yabbies fails and basil oil, Rp155.000 per porsi
    3. Fresh yabbies tail spaghetti with chili, garlic, and italian parsley, Rp185.000 per porsi
    4. Grilled fresh yabbie with balinese spice paste and fresh lime, Rp185.000 per porsi
  • Hotel Amanusa, Nusa Dua

    Menu:

    1. Poached papua freshwater yabbies, Rp120.000 per porsi
    2. Papua yabbie broth, Rp375.000 per porsi

Yogyakarta

  • Rumah Makan Pondok Laguna, Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 14, Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta

    Menu:

    1. Lobster fruit salad, Rp42.000 per porsi
    2. Lobster mornay dengan french fries, Rp42.000 per porsi
  • Bamboe Resto, Jl. Veteran, Yogyakarta

    Menu:

    1. Lobster saus tiram
    2. Lobster bakar
    3. Lobster goreng mentega
    Harga Rp105.000 per paket kecil, Rp150.000 (sedang), Rp180.000 (besar).

Si Capit Merah di Seantero Dunia

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 18:12:21

Bumi nusantara bukan tak punya lobster air tawar. Nun di pedalaman Papua ada C. lorentzi, monticola, dan black tiger. Mereka hidup di aliran sungai-sungai di Lembah Baliem. Namun, lantaran tidak dibudidayakan, gaungnya tak bergema. Lain halnya dengan kondisi di Australia, Amerika Serikat, Cina, dan Taiwan. Di sana crawfish-nama populernya-dibudidayakan intensif. Dari sekitar 400 spesies 15 jenis yang dibudidayakan.

Hasil panen lobster air tawar dari negara-negara itu melanglang hingga ke Eropa. Di sana hewan bercapit itu jadi makanan berkelas. Malah di Swedia setiap tahun ada festival memasak dan makan lobster.

Festival yang sama juga kerap diadakan di Louisiana-sentra utama lobster air tawar di Amerika Serikat. Tahun ini festival itu direncanakan pada 22 April. Negara bagian yang berbatasan dengan Teluk Meksiko itu pun kaya resep-resep hidangan berbahan lobster air tawar.

Sebut saja gubo dan jambalaya. Hidangan itu berupa nasi yang diguyur kuah berbumbu rempah. Potongan daging, udang, dan lobster air tawar dicemplungkan ke dalam kuah sebelum ditumpahkan ke atas nasi. Itulah makanan khas orang-orang keturunan Perancis yang tinggal di sana. Penasaran dengan kondisi lobster air tawar di negara lain? Inilah sebaran hewan bercangkang itu di seluruh dunia.

Amerika Serikat
  • Hampir 300 spesies lobster air tawar ada di Amerika Serikat. Hewan invertebrata itu diternakkan sebagai bahan pangan dan pakan ternak. Peternakan lobster untuk konsumsi kebanyakan ada di Louisiana, Mississippi, dan Texas. Lobster dipelihara di kolam-kolam dangkal seperti sawah.
  • Kolam-kolam dikeringkan setiap akhir musim semi untuk ditanami padi, alligator grass Alternanthera phylloxeroides, dan water primerose Jussiaea spp. Itulah pakan alami hewan bercapit itu. Pada saat itulah induk-induk lobster kawin dan bertelur pada awal musim gugur. Pada musim gugur anak-anak lobster mulai membesar dan siap dipanen pada awal musim semi tahun berikut, sekitar Maret-Mei.
  • Hasil tangkapan lobster air tawar konsumsi mencapai 100-juta pound setara 48,5 ton per tahun. Produksi terbesar dari Louisiana. Mayoritas yang diusahakan adalah red swamp crayfish Procambarus clarkii-ini asli Amerika, berwarna dominan merah-dan white river crayfi sh P. acutus.
  • Penanaman di Louisiana dimulai pada 1970-an. Ketika itu ribuan bibit ditebar di kolam dengan total luas 7.000 ha. Pertengahan 1980-an budidaya menyebar ke Texas, Mississippi, dan Florida. Lalu menyebar ke Missouri dan Virginia.

Sumber: www.aqualink.com, www.nap.edu

Eropa
  • Astacus astacus jenis lobster air tawar asli Eropa. Hewan bercangkang itu ditemukan hampir di semua negara Eropa. Sebut saja Austria, Belanda, Belarusia, Belgia, Denmark, Estonia, Finlandia, Inggris, Jerman, Norwegia, Spanyol, hingga Rusia. Jenis lain, Austropotamobius pallipes alias lobster air tawar bercapit putih dan A. torrentium.
  • Pada paruh awal 1980 diintroduksi Procambarus clarkii dari Kenya ke Austria dan Italia. Jenis itu sebelumnya sering dijajakan di pasar-pasar becek. Di Italia peternakannya tersentra di Tuscany-terutama di Danau Massaciuccoli. Jenis introduksi yang juga berkembang A. leptodactylus.

Sumber: www.sea-river-news.com

Taiwan
  • Taiwan salah satu konsumen lobster air tawar dunia. Yang banyak dijajakan hidup-hidup di pasar tradisional di sana C. quadricarinatus. Itu diimpor dari Australia. Harga jual di Pulau Formosa NT$600 per kg segar. Tak sekadar jadi pembeli, peternak di negara berbentuk daun tembakau itu pun kemudian membudidayakan lobster air tawar. Jenis yang diusahakan C. quadricarinatus dan Procambarus clarkii.
  • Jenis yang disebut terakhir, salah satu yang bernilai komersial di Taiwan. Budidaya dilakukan di sungai kecil, kolam, dan sawah. Menurut data The Illustrated Lobsters of Taiwan yang dipublikasikan pada 1993, P. clarkii dijual di toko akuarium sebagai ikan hias dengan harga NT$25 per ekor dan NT$334 per kg sebagai konsumsi.
Selandia Baru
  • Ada 2 spesies koura-sebutan lobster air tawar di sana-yang hidup di Pulau Utara dan Pulau Selatan bagian barat laut. Jenis Paranephrops planifrons-yang paling lazim ditemukan. Yang lebih besar dan gemuk, P. zelandicus, hidup di bagian timur Pulau Selatan.
  • Lobster air tawar ditemukan di sungai, danau, dan rawa. Belum ada budidaya intensif di sana.

Sumber: www.seakeepers-nz.com

Australia
  • Australia salah satu yang paling kaya jenis lobster air tawar. Hampir 100 spesies yang masuk anggota famili Parastacidae ditemukan di sana. Lebih dari 20 jenis asli Queensland, termasuk lobster air tawar terkecil di dunia swamp crayfish alias si lobster rawa Tenuibranchiurus glypticus. Panjangnya hanya 25 mm. Ada juga Astacopis gouldii, bobotnya mencapai 6,3 kg-lobster air tawar terbesar di dunia.
  • Secara umum crawfish yang ada di Australia terbagi atas 3 genus, Cherax (smooth freshwater crayfi sh alias yabby), Euastacus (spiny freshwater crayfish), dan Tenuibranchiurus. Jenis-jenis Euastacus banyak ditemukan di Australia bagian timur, seperti di Queensland. Sementara Cherax alias yabby atau lobbies hampir ada di seluruh Australia dan Papua Nugini. Dari kelompok inilah muncul 3 lobster air tawar komersial, yaitu yabby Cherax destructor, redclaw Chreax quadricarinatus-disebut juga gilgie alias si capit merah, dan marron Cherax tenuimanus.
  • Yabby diproduksi di New South Wales (NSW), Victoria, Queensland, dan South Australia. Marron aslinya dari Western Australia, sekarang mulai menyebar ke selatan terutama di Pulau Kanguru. Sementara redclaw banyak diproduksi di Queensland, Northen Territory, dan NSW. Saat ini ada 126 peternakan di NSW yang berlisensi memproduksi lobster air tawar. Redclaw dan marron dibudidayakan semiintensif dengan kolam buatan, sementara yabby memanfaatkan bendungan- bendungan.
  • Menurut data Rural Industries Research and Development Corporation (RIRDC), produksi lobster air tawar di Australia pada kurun 1996-1999 rata-rata 421 ton per tahun. Produksi yabby mencapai 73% dari total produksi. Sekitar 58%-nya datang dari Western Australia. Pada 2004/2005 nilai itu diprediksi mencapai 1.589 ton.
  • Produksi itu diekspor ke Eropa dan Asia Tenggara, serta pasar baru seperti Jepang, Korea, Taiwan, dan Amerika Serikat. Rata-rata kebutuhan pasar 2.000 ton per tahun. (Evy Syariefa)
Sumber: www.rirdc.gov.au, www.fisheries.nsw.gov.au, www.Qmuseum.qdl.gov.au

Empat Sekawan Penjemput Maut

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 18:15:49

Saprolegnia dan Achyla

Kedua patogen bakal menyergap jaringan luar lobster yang luka dan juga menyerang telur. Mereka dapat menghambat pernafasan sehingga telur mati dan tidak menetas. Pada tubuh ditandai tumbuhnya sekumpulan benang halus seperti kapas. Cendawan itu menyebabkan napsu makan menurun. Stamina pun memburuk dan akhirnya mati.

Bila lobster telanjur terinfeksi cendawan itu, ia mesti direndam larutan Malachite Green 2-3 ppm selama 30-60 menit. Cara lain dengan mengolesi bagian yang terserang dengan PK (kalium permanganat) 10 ppm. Serangan pada telur bisa ditangani dengan merendam tanaman air dalam bak penampungan telur seperti kakaban, eceng gondok, dan ijuk dalam larutan Malachite Green 2 ppm selama 30-60 menit. Semua jurus itu dapat diulangi 2-3 kali dengan selang 3 hari.

Cacing jangkar

Cacing Lernaea cyprinacea dan Lernaea carassii menembus jaringan tubuh dengan kaitnya yang menyerupai jangkar. Lobster yang dijangkiti cacing tampak bersungut di bagian insang. Akibatnya lobster kekurangan darah, kehilangan bobot tubuh, dan kemudian mati. Cacing jangkar dapat dibasmi dengan merendam lobster terinfeksi pada air garam sebanyak 20 g dilarutkan dalam 1 liter air selama 10-20 menit.

Argulus foliaceus

Serangan predator argulus pada lobster ditandai adanya bintik merah pada tubuh. Racun Argulus foliaceus menyebabkan kematian pada lobster akibat anemia dan kehilangan banyak darah. Racun yang melukai kulit itu bisa mengundang infeksi saprolegnia yang makin menggenapkan penderitaan lobster.

Untuk mengatasinya rendam lobster dalam 1 ml lysol yang dilarutkan dalam 5 liter air selama 15-60 detik. Selanjutnya rendam dalam sodium permanganat 1 g dilarutkan dalam 100 l air selama 1,5 jam. Pemberian Neguvon, Masoten, dan Lindane dilakukan bila telah mencapai stadium puncak. Sebab ketiganya bersifat racun yang bisa membahayakan lobster.

Walaupun belum terjangkit, peternak yabby Australia mesti waspada lantaran penyakit bisa menyerang kapan saja. Segera mungkin jauhkan segudang penyakit yang bisa menghantui kesehatan si capit merah. (Hanni Sofia)

Awas Gulung Tikar!

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 18:18:55

Andaikan seluruh induk hidup, pemilik Bintang Terang Aquarium itu bisa mencicipi keuntungan sebesar Rp75.000.000/4 bulan. Sebanyak 500 induk, 312 di antaranya betina yang akan menghasilkan telur rata-rata 150-200 butir. Dalam 1,5-2 bulan kemudian bakal dihasilkan burayak berukuran 5 cm yang bisa dijual seharga Rp2.500/ekor dengan SR 5-10%. Namun, keuntungan seperti itu kian menjauh dari impian.

Biang keladi kematian Cherax quadricarinatus itu adalah serangan Saprolegnia sp, anchorworm, argulus, dan penyakit lilin meleleh. Keempatnya sering menyerang ikan air tawar. Belakangan mereka turut menggempur lobster air tawar. Anggota keluarga Cambaridae yang terinfeksi akan menurun napsu makannya, lalu mati.

Setiadi menduga penyakit itu datang karena ia rutin memberi pakan ikan mati. Bisa jadi pakan itu telah terinfeksi penyakit, ujar pria kelahiran Purwokerto itu. Lahan seluas 1.500 m2 berisi puluhan bak dan 3 kolam yang kini dihuni lobster itu semula dipakai beternak gurami dan beragam jenis ikan hias lain.

Bencana semacam itu tidak pernah terpikir bisa menimpa lobster. Ia mempunyai kulit yang keras dan tebal, jadi parasit sulit menembusnya, ungkap Amin Nurohman, peternak di Yogyakarta. Hal itu diamini Agung Nugroho, peternak lobster di Klaten, Jawa Tengah. Menurutnya lobster tergolong hewan yang pintar beradaptasi, kekebalan tubuhnya dipastikan baik. Namun, pada Oktober 2005 bangkai-bangkai lobster berceceran di kolam Setiadi. Sebuah bukti, lobster bisa digempur penyakit.

Gagal moulting

Kendala beternak juga dialami Ronald Henendra Oscar dari Charis Farm Yogyakarta. Beberapa lobster di bak pria kelahiran 25 tahun silam itu kerap mengalami gagal moulting alias ganti kulit. Lobster tak bisa melepas kulit awalnya yang terlalu keras, ujar Ronald. Akibatnya lobster mati seketika saat moulting. Meski tak mencapai ratusan, Ronald harus merelakan sekitar 10 indukan senilai Rp500.000 mati pada akhir September 2005.

Menurut Setiadi lobster yang memaksakan diri ganti kulit, insangnya akan terlepas, sehingga tewas. Gara-gara itu Setiadi sejak Oktober 2005 mesti berlapang dada kehilangan lebih dari 50 indukan berukuran 10-15 cm. Penyebab gagal moulting diduga berasal dari pelet. Tepung tulang pada pelet menyebabkan asupan kalsium dalam tubuh meningkat, ujar Johan Efendi ketua APLATI (Asosiasi Pembudidaya Lobster Air Tawar Indonesia). Dampaknya kulit menjadi keras dan proses ganti kulit terhambat.

Bagi Ivan di Bogor, Jawa Barat, untuk mempercepat proses moulting kadar oksigen terlarut dalam air perlu ditingkatkan terutama sebelum dan sesudah ganti kulit. Saat moulting, lobster butuh pasokan oksigen lebih, ujar kelahiran Jakarta itu.

Favoritkan biru

Pemasaran red claw juga tak lepas dari ganjalan. Johan Efendi di Yogyakarta pada awal 2004 sempat mengeluh lantaran konsumen di Yogyakarta menuntut red claw berwarna biru. Padahal bila diternak di kolam terbuka yang menerima cahaya matahari lebih banyak, lobster cenderung berwarna gelap, ujar pria berkulit putih itu.

Warna biru bakal dihasilkan bila lobster diternak dalam akuarium yang tidak mendapat sinar matahari penuh. Sayangnya pemeliharaan dalam akuarium lebih lambat dibandingkan di kolam.

Tuntutan konsumen pada lobster biru sempat membuat Johan kalang kabut. Pasalnya, alumnus Universitas Katholik Atmajaya, Yogyakarta, itu membudidayakan sejumlah lobster air tawar di kolam. Johan terpaksa membesarkan lobster hingga ukuran induk karena pasar untuk benih sempat terganjal. Namun, seiring berjalannya waktu, Warna biru pun bukan lagi permintaan mutlak, ungkap Johan. Sebaliknya tubuh bongsor dan sehat menjadi standar mutu utama.

Derita merugi juga dialami Irwan Suyanto di Purwokerto, Banyumas. Tingginya kanibalisme memaksa pemilik toko kelontong besar di Purwokerto itu merelakan sekitar 400 benih yang ditebar di kolam. Dari tebar 1.100 ekor pada Oktober 2005, tak sampai sebulan tinggal 700 lobster. Uang sejumlah Rp1.000.000 plus ongkos pakan pun lenyap tak berbekas.

Tak hanya itu, budidaya lobster air tawar juga diincar risiko genetik. Langkanya bibit unggul mengintai prospek bisnis freshwater crayfish. Menurut Irwan Suyanto, peternak di Purwokerto, Banyumas, makin sering terjadi perkawinan saudara alias inbreeding menyebabkan lobster ringkih, gampang diserang penyakit, lambat berkembang, dan kuntet. Perlu ada bibit unggul lobster baru yang bukan berasal dari perkawinan saudara, ujar Irwan. (Hanni Sofia)

Diinden: Lobster Air Tawar

Oleh admin Senin, 20 Februari 2006 18:20:17

Pria 25 tahun itu memperkirakan seminggu menjelang peringatan Hari Kemerdekaan ke-61 RI semua red claw mencapai ukuran konsumsi. Sekilo isi 10-12 ekor dengan bobot rata-rata 80-100 g/ekor. Bila waktu itu tiba, seorang penampung di Bekasi Barat yang jauh-jauh hari menginden, menjamin membeli seluruh hasil panen. Pantas bila alumnus Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana itu sukarela mengurangi jatah tidurnya malam itu. Di kolam berdinding bambu itu ia menebar benih berukuran 5 cm. Padat penebaran cukup tinggi mencapai 50 ekor/m2 dari normal 10 ekor/m2. Itu bisa dilakukan karena Renca meletakkan 16 rooster atau rumah lobster, masing-masing berjarak 30-45 cm. Rooster berukuran 112 cm x 60 cm dibuat dari bambu. Pada setiap rooster diletakkan 72 potong bambu masing-masing sepanjang 30 cm, berdiameter 8-9 cm, dan disusun 6 tingkat. Itulah tempat tinggal Cherax quadricarinatus.

Untuk mengejar ukuran konsumsi, pengusaha ikan di Kabupaten Bogor, itu memberi pakan alami berprotein tinggi seperti cacing tanah dan keong mas. Pakan itu dirajang dan diberikan sebanyak 1,5-2% dari bobot tubuh/hari. Renca menghindari pakan pelet dari tulang berkadar kalsium tinggi. Unsur kimia itu menyebabkan eksoskeleton mengeras hingga udang kesulitan moulting atau berganti kulit. Sebagai gantinya, sumber kalsium diperoleh dari batu zeolit 5 kg/m2 yang ditebar di dasar kolam.

Dengan asumsi tingkat kematian 15-20% hingga ukuran konsumsi, Renca menghitung 7 bulan setelah menebar benih bakal memanen 100 kg red claw. Dengan harga Rp150.000/kg, total pendapatan yang diraup Rp15-juta. Setelah dikurangi biaya-biaya sekitar Rp4-juta, diperoleh laba bersih Rp11- juta. Jumlah yang cukup besar dari kolam berukuran Ă‚½ luas lapangan bulutangkis itu. Pundi-pundi bakal lebih menggelembung karena di saat yang sama Renca menebar benih di 3 kolam lain berukuran luas rata-rata 50 m2.

Sukses

Di kota lain, Surabaya, FX Santoso lebih dahulu menikmati keuntungan hasil pembesaran lobster. Itu setelah ia sukses memasok langsung ke sebuah restoran di hotel berbintang 5 di Surabaya. Bahkan demi menjaga kontinuitas pasokan, mantan kontraktor bangunan itu dan pihak hotel membuat perjanjian di atas kertas bermaterai.

Sejak Agustus 2005, alumnus Teknik Arsitektur Universitas Kristen Petra, Surabaya, itu rutin menyetor 5-10 kg/minggu. Itu dipenuhi dari kolam-kolam berukuran 1,5 m x 2,5 m, masing-masing 10 kolam di Rungkut, Surabaya, dan 32 kolam di Pacet, Mojokerto. Ia mematok harga Rp200.000-Rp225.000/kg isi 10-15 ekor. Terhitung Maret 2006, total volume penjualannya bakal meningkat menjadi 50 kg/minggu. Saat itu, ayah 2 putra itu mengikat janji untuk memasok 5 restoran di Pulau Dewata, Bali. Masing-masing 5-10 kg/minggu/restoran. Dengan harga jual sama, pendapatan minimal Rp40-juta/bulan siap digenggam Santoso.

Menjaring konsumen sampai Bali ditempuh alumnus Magister Manajemen Universitas Budi Utomo, Surabaya, itu setelah September 2005 ia membuka kolam pembesaran baru seluas 2.000 m2 di Malang, Jawa Timur. Berjarak tempuh 45 menit dari lokasi pertama, penggemar travelling itu juga membuka 22 kolam tanah masing-masing seluas 200 m2. Total jenderal 60.000 benih ditebar bertahap agar panen berlangsung kontinu setiap minggu.

Kondisi itu jelas bak bumi dan langit dibandingkan 2 tahun lalu. Siapa yang berani menjamin kalau lobster air tawar booming gampang menjualnya? ujar Anton Saksono, pengusaha ikan hias di Jakarta Timur. Apalagi setelah masa kejayaan lou han menurun, pamor anggota keluarga Crustaceae itu merosot. Harap mafhum saat itu red claw lebih banyak diperjualbelikan sebagai ikan hias. Perannya sederhana, menyantap sisa-sisa pakan lo uhan agar air akuarium tetap jernih.

Kalaupun ada yang menernakkan dengan skala agak besar, perputaran hasilnya bak lingkaran bola. Lobster beredar dari satu peternak ke peternak lain. Itu yang membuat Siswanto di Cibubur, Jakarta Timur, dan Firman-sebut saja demikian-di Bogor, uring-uringan. Karena pasar remang-remang, Siswanto lantas menjual murah sebagian induk red claw miliknya pada 2003. Nasib Firman lebih tragis. Meski Ia sudah menawar-nawarkan kolam lobsternya kepada kolega dekat, tak satu pun berminat.

Restoran terbesar

Penelusuran Trubus selama 6 bulan terakhir menunjukkan, kekhawatiran bisnis lobster air tawar hanya berputar di kalangan peternak saja tidak terbukti. Restoran dan hotel papan atas di Bali, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya, kini meliriknya sebagai menu spesial. Terutama untuk acara-acara khusus seperti peluncuran produk tertentu, perayaan Tahun Baru, Natal, dan acara instansi tertentu.

Ambil contoh hotel berbintang 5, Amanusa di Nusadua, Denpasar. Kelompok jaringan bisnis Hotel Aman itu menyerap 10 kg/bulan. Menurut chief executif Amanusa, Marcel Huser, di sana red claw diolah menjadi beragam menu seperti poached freshwater yabbies ketika berlangsung acara New Years's Eve. Atau menu yabbies broth saat acara dinner with friends at Amandari. Harganya? Untuk 1 paket US$120 setara Rp1,1-juta.

Restoran memang menjadi penyerap terbesar. Penampung besar di Roxi, Jakarta Barat, Andrianto menjelaskan kebutuhan restoran-restoran di seputar Jakarta mencapai 2-3 ton/bulan. Angka kasar itu dihimpun alumnus F-MIPA Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, dari informasi sesama penampung. Permintaan ukuran konsumsi banyak, tapi produksi sangat sedikit, ujar pengelola griya produksi iklan itu. Berdasarkan lacakan Trubus kebutuhan nasional mencapai 6-8 ton/bulan.

Bali boleh jadi contoh yang sudah berjalan. Menurut Dean Reardon, penampung setempat, permintaan Pulau Seribu Pura itu mencapai 200 kg/ minggu. Ratusan turis mancanegara dan ekspatriat adalah konsumen terbesar, ujarnya. Pengusaha kelahiran negeri Kanguru itu sebelumnya mengambil lobster air tawar seperti C. monticola dan black tiger dari Papua. Belakangan setelah ongkos transportasi melonjak karena kenaikan harga BBM, suami Chilien itu beralih mengambil ternakan asal Jawa.

Laba pembenihan

Gurihnya bisnis lobster tidak hanya dirasakan peternak pembesar. Peternak pendeder yang memproduksi benih ukuran 5 cm turut kejatuhan rezeki. Justru di situlah terbuka peluang mendapatkan laba relatif singkat. Apalagi kini harga indukan sudah turun. Kalau dulu per set Rp2,5-juta, sekarang rata-rata Rp350.000-Rp750.000/set, tergantung kualitas, ujar Santoso Darmawan, penyedia induk di Surabaya. Ia rata-rata menjual minimal 10 set induk/bulan sejak awal 2005. Satu set induk terdiri atas 5 jantan dan 3 betina.

Pendeder pun tak perlu takut mencari pasar. Mereka bisa memilih cara bermitra atau nonmitra. Keuntungan pendeder bermitra: memiliki jaminan pasar pasti dari penampung. Yang nonmitra, selain dapat menjual eceran, pun bisa menyetor ke penampung dengan harga jual lebih rendah 20-30% daripada bermitra.Toh, semua tetap menuai untung.

Sebut saja Puji Kurniawan di Cibubur, Jakarta Timur. Staf pembelian perusahaan ekspor mebel di Gunungputri, Bogor, itu April 2005 membeli 20 set induk seharga Rp14- juta. Induk-induk itu kemudian dipelihara di 2 kolam bersekat asbes berukuran 2,8 m x 2,8 m. Berselang sebulan, 13 betina di antaranya bertelur. Setiap betina menghasilkan 150-160 telur.

Dengan persentase kematian dari burayak hingga berukuran 5 cm rata-rata 20%, Puji memperoleh sekitar 1.500 bibit. Karena bermitra, ia mendapat harga jual Rp1.500/ekor. Hanya 2,5 bulan sejak memelihara induk, ia mengantongi pendapatan Rp2,25-juta. Setelah dikurangi ongkos perawatan Rp50/ ekor/ bulan dan operasional sebesar Rp1- juta, Puji menangguk laba bersih Rp1,1- juta. Pendapatan itu berlipat ganda jika semua betina bertelur.

Berkah iklim tropis yang membuat betina red claw bertelur 4 kali/tahun menarik minat Gregorius Setiawan dan Juanda di Bekasi, serta Doni Handoko di Malang. Gregorius, misalnya, sejak Maret 2005 membangun 24 kolam pendederan berukuran masing-masing 2 m x 2 m. Dari 18 set induk, pengecer sembako itu rutin menyetor 2.000 benih ke penampung. Dengan harga kontrak dari penampung Rp2.000/ekor, dipotong biaya produksi Rp100/ekor per bulan, ia meraup pendapatan Rp3,8-juta/bulan.

Laba menjanjikan itu mendorong Amin Nurrohman, Sigit Purwanto, dan Muhhammad Daldiri di Desa Poncosari, Kabupaten Bantul, Yogyakarta membentuk Kelompok Tani Lobster Mina Mulya. Bermodalkan 3 set induk seharga Rp2-juta sejak Februari 2005 mereka melepas 200 benih/ bulan ukuran dengan harga Rp2.500/ekor. Dari sana kelompok nonmitra itu meraup laba bersih sekitar Rp2.200/ekor. Cukup setahun untuk balik modal dan untung, ujar Amin.

Masih di kota Gudeg, Ir Hendro Sumarhayana pada awal 2005 menangkarkan 25 set induk. Itu setelah peternak pembesar itu kesulitan mencari 8.000 benih untuk dibesarkan. Dalam 3 bulan, selain dapat memenuhi kebutuhan sendiri, pemilik rumah makan Pondok Laguna itu bisa menjual bibit. Dari penjualan rutin 2.000 benih/bulan, tambahan pendapatan Rp5- juta/bulan pun masuk koceknya.

Risiko kematian

Meski demikian bisnis lobster bukan bersih dari kendala. Seperti ikan konsumsi lain, kualitas air tetap menjadi kunci kesuksesan budidaya. Idealnya pH air 6,5-7 dengan suhu dipertahankan 24-26oC. Ketersediaan oksigen terlarut mutlak tinggi sekitar 4 ppm. Kekurangan oksigen terlarut menghambat pertumbuhan udang. Panen ukuran konsumsi yang semestinya 7 bulan bisa molor hingga 8-9 bulan.

Sirkulasi air yang tidak berjalan normal nyaris membuat jera Ronald Henendra di Yogyakarta. Tumpukan sisa pakan yang semestinya rutin disipon atau disedot keluar, menyumbat saluran filter. Karena kejadian itu pemilik Charis Farm itu merugi minimal Rp1-juta. Itu lantaran 400 benih berukuran 5 cm mati keracunan amonia. Untung tidak menimpa semua kolam, ujar Ronald.

Waktu pemberian pakan tidak terjadwal bisa berakibat fatal. Puji Kurniawan merugi Rp2,5-juta saat Idul Fitri tahun lalu. Selama 2 hari pulang kampung, perawatan lobsternya diserahkan kepada orang lain. Jadwal pemberian pakan menjadi asal-asalan. Sebagian benih berukuran 5 cm saling memangsa. Demikian pula dengan beberapa induk. Pemberian pakan tepat deh supaya ngga terjadi kanibalisme, ujar pemilik Misri Farm itu.

Serangan penyakit juga kini menjadi batu sandungan lain bagi petenak. Nilai kerugian yang ditimbulkan cukup besar. Setiadi di Purwokerto, Banyumas, mengurut dada begitu cendawan saprolegnia dan achla menyerang lobsternya pada April 2005. Karena serangan penyakit itu separuh dari 500 induk ludes. Pengusaha ikan hias itu merugi Rp12,5-juta. (Baca: Awas Gulung Tikar, hal 16-17).

Menurut pendeder di Bekasi Selatan, Agung Lukito, inbreeding yang kini terjadi dapat berubah laksana bom waktu di masa depan. Saat ini betina berukuran 10 cm menghasilkan 150-300 telur. Tapi ada betina berukuran lebih besar, telurnya sedikit dan jelek lagi kualitasnya. Mungkin itu karena inbreeding, ujar alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Komputer di Jakarta Selatan itu yang kini getol berburu induk-induk unggul.

Terbuka lebar

Namun jika ganjalan-ganjalan itu teratasi, pintu sukses terbuka lebar. Ingin mengekor mereka yang sudah sukses, kini jumlah pemain lobster berlipat ganda. Penyebaran tidak hanya di Jawa, tapi melebar hingga ke Sulawesi dan Kalimantan. Data Asosiasi Pembudidaya Lobster Air Tawar Indonesia (APLATI) menunjukkan, terdapat peningkatan pesat jumlah peternak di Yogyakarta. Jika pada 2003 baru 16 orang yang bergabung, kini meroket menjadi 50 orang.

Lobster konsumsi sudah menjadi salah satu unggulan perikanan di sini, ujar Ir Koenan Maryono, MM, kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di Bogor, para peternak berhimpun membentuk Koperasi Peternak Lobster Air Tawar Indonesia (KOPELATI) pada pertengahan Januari 2006. Siapa pun bisa bergabung. Kami akan memfasilitasi segala kebutuhan mulai dari bibit hingga pemasaran, ujar Yanto, ketua koperasi. Respon itu menjadi indikator lebarnya ceruk pasar lobster.

Buktinya, meski pendeder tumbuh bak cendawan di musim hujan, kebutuhan benih hingga kini sulit terpenuhi. Contoh Sugiono, pemilik TC Yabby Farm di Kalimalang, Jakarta Timur. Ayah I putri itu lintangpukang mencari 50.000 benih/bulan untuk melayani kebutuhan seorang eksportir di Jakarta. Padahal, Sugiono terikat kontrak hingga 2010 dengan volume permintaan semakin meningkat.

Menurut pemilik Multi Inovasi Mandiri, Hariyanto, permintaan ekspor benih lobster dari mancanegara membeludak lantaran untuk dibesarkan hingga ukuran konsumsi. Contoh Malaysia dan Singapura. Mereka menolak menerima ukuran konsumsi seperti digembar-gemborkan. Tapi untuk benih permintaan sampai sejuta ekor per bulan, ujar eksportir di Mojokerto, Jawa Timur, itu. Pensiunan Departemen Pekerjaan Umum itu setahun terakhir baru sanggup mengirim sekitar 60.000 benih meski sudah bermitra dengan 1.216 plasma.

Serapan lokal tak kalah besar. Riswan Rismawan, penampung yang mulai melirik usaha pembesaran membutuhkan 60.000 benih/bulan. Kebutuhan itu sulit dipenuhi meski sudah menggandeng 400 peternak. Kejadian serupa dialami Cuncun di Jakarta dan Frisca Prasetyo Wibowo di Malang. Kami sampai perlu terus-menerus mengadakan pelatihan lobster untuk menjaring plasma baru, ujar Cuncun, pemilik Bintaro Fish Center itu.

Permintaan lobster konsumsi masih jauh dari terpenuhi. Permintaan sebesar 300-400 kg/bulan dari restoran-restoran di Jakarta yang diterima Andrianto, baru sebatas permintaan. Sekarang untuk mendapat 50kg/minggu saja sulitnya bukan main, ujarnya. Kebutuhan itu menurut perkiraan Andre-sapaan akrabnya-baru terlayani dalam jangka waktu 2-3 tahun ke depan.

Dengan demikian boleh jadi banyak yang mengendus peluang bisnis lobster yang kini pasarnya menganga lebar. Maklum pasokan lobster-lobster bibit maupun konsumsi-mini, sedangkan permintaan amat maksi. Laba beternak lobster kini memang menanti, tentu setelah Anda melewati pedihnya dicapit red claw. Tertarik menerima tantangan itu? (Dian Adijaya S/Peliput: Destika C, Hanni Sofia, dan Rahmansyah Dermawan).

Agar Red Claw Terbang Jauh

Oleh trubus Kamis, 09 Maret 2006 17:18:04

Belakangan teknik pengemasan untuk pengiriman jarak jauh itu dimodifikasi. Musababnya tingkat kematian mencapai 50% akibat kantong bocor tertusuk capit red claw. Oksigen menguap sia-sia. ?Ini kelemahan jika mengemas lobster dengan teknik basah,? ujar pemilik Bintaro Fish Center yang menuai rugi hingga Rp3-juta - Rp4-juta itu.

Kejadian serupa pernah menimpa Piere - sebut saja demikian - hobiis di Depok, Jawa Barat. Lantaran aral di tengah perjalanan, dari Surabaya ke Jakarta yang biasanya ditempuh 10 jam dengan kereta cepat, molor menjadi 30 jam. Alhasil 32 induk lobster yang diperkirakan mampu bertahan selama 16 jam meregang nyawa. ?Berbagai cara dicoba untuk menyelamatkan, mulai dari membuka boks styrofoam agar oksigen masuk, hingga memercikan air supaya tetap lembap,? ujarnya.

Obat bius
Supaya lobster selamat sampai di tempat tujuan banyak hal yang harus diperhatikan. Kondisi lobster yang akan dikemas harus prima. Artinya, lobster dikirim tidak dalam kondisi moulting atau ganti kulit. ?Kalau lobster menunjukkan gejala atau sedang ganti kulit jangan pernah dikirim,? kata Cuncun. Saat itu kulit kepala lobster lembek dan merekah. Ia pun lemah dan sensitif terhadap perubahan lingkungan. Yabby - nama lain lobster - yang sedang menggendong telur atau benih umur 1 bulan juga sebaiknya tidak dikirim. Pasalnya, mereka perlu terendam air dan butuh oksigen tinggi.

Setiap peternak memiliki cara kemas lobster yang berbeda. Cuncun misalnya, menggunakan styrofoam berukuran jumbo, 0,75 m x 0,5 m x 0,4 m. Kotak itu kemudian dilapisi busa atau kapas filter basah seukuran panjang dan lebar styrofoam. ?Selain tebal dan tidak mudah sobek, kapas filter mampu menahan kelembapan dan suhu,? ucapnya. Agar memuat banyak lobster, styrofoam disekat menjadi 2 tingkat. ?Sebaiknya jangan terlalu padat karena bisa kehabisan oksigen,? tambah Cuncun. Patokannya, lobster telah menutupi seluruh dasar styrofoam. Bongkahan es kemudian ditaruh di setiap sudut styrofoam. Es batu berfungsi sebagai obat bius. Pada suhu dingin, 15 - 20oC, metabolisme terhambat sehingga red claw bergerak lamban bahkan cenderung diam. Otomatis pasokan oksigen di dalam styrofoam tetap terjamin. Agar es tidak cepat mencair, es batu dibungkus koran.

Ketersediaan oksigen murni sangat diperlukan. Setiap kotak styrofoam sebaiknya diisi 3 - 5 ppm. Bila perjalanan menggunakan kereta api atau bus, styrofoam tidak perlu dilubangi. Dengan begitu udara panas tidak masuk ke dalam. Sebaliknya menggunakan pesawat terbang, dinding styrofoam perlu dilubangi. Maksudnya, agar sirkulasi udara tetap terjaga.

Peternak juga biasa menggunakan plastik mika beralas koran basah. Pemakaian kertas koran harus berhati-hati. Koran basah bisa melumerkan tinta dan zat kimia lain. ?Itu bisa meracuni lobster,? ujar Cuncun. Disarankan kertas koran yang digunakan tebal dan tidak luntur bila terkena air. Plastik mika itu disusun 4 - 5 tingkat di dalam styrofoam. Agar kotak tidak berjatuhan, plastik mika direkat selotif.

Daun pepaya
Semua teknik kemas bertujuan menghindari stres dalam perjalanan. Maklum, stres lantaran perubahan suhu dan lama perjalanan mengakibatkan kematian. Oleh karena itu Pieter Sousilisa, karyawan Santoso Farm, Surabaya, menggunakan alas koran basah ditambah dengan 2 - 3 helai daun pepaya dalam plastik mika. Daun Carica papaya itu berperan membius lobster. ?Daun pepaya membuat lobster tenang,? katanya. Selain daun pepaya Pieter juga menggunakan es batu sebanyak 12 balok untuk perjalanan berjarak tempuh 4 - 6 jam.

Untuk mengurangi kematian lantaran tergencet, Pieter menggunakan rak kayu 3 tingkat. Rak itu dibuat seukuran styrofoam. Dengan menggunakan teknik rak, volume pengiriman tidak banyak, maksimal 4 plastik. Masing-masing plastik berukuran 20 cm x 20 cm itu berisi 7 - 8 ekor. ?Memakai rak bertingkat kematian bisa ditekan hingga 0% karena tidak terlalu padat,? ujar Pieter.

Lain tempat lain pula caranya. Peternak lobster di Papua menggunakan sabut kelapa dan daun paku-pakuan sebagai alas. Sabut kelapa mudah diperoleh dan murah. Kalau tidak ada, serutan kayu pun kerap digunakan. Hanya saja ada beberapa jenis kayu mengeluarkan bau tak sedap sehingga meracuni lobster. Sebab itu pemakaian sabut, dedaunan, dan serutan kayu sebagai media kemas tidak disarankan. Apalagi pengemasan untuk ekspor. Alas-alas itu dikhawatirkan membawa penyakit.

Oleh karena itu pilihlah teknik dan bahan-bahan pengemasan yang nyaman dan aman bagi lobster. Sebab keberhasilan menerbangkan lobster jarak jauh identik dengan gemerincing rupiah mengalir ke pundi-pundi. (Rahmansyah Dermawan/Peliput: Dian Adijaya Susanto)

Napas Panjang Karena Filter

Oleh trubus
Kamis, 09 Maret 2006 17:22:20



Pengalaman buruk itu sangat membekas di hati Nursamsul. Maklum modal membeli calon-calon induk itu jerih payah menabung selama setahun. ?Padahal saya sudah berusaha mengecek?sampai datang 3 kali?sebelum beli untuk menyakinkan filter tidak perlu dipakai,? ujar pedagang kelontong itu. Belajar dari pengalaman menyedihkan itu, kini Nursamsul melengkapi kolam semennya dengan 3 ruang filter sekaligus. Saat Trubus berkunjung, air di kolam selalu tampak bening seperti air baru. Lobster pun terlihat sehat.

Menurut Ivan dari Harapan Indah Fish Center, filter mutlak dipakai. Fungsi utamanya menyaring sisa-sisa pakan dan kotoran yang dapat menimbulkan racun amonia. ?Idealnya setiap 12 m3 air perlu filter berkapasitas 1 m3,? ujar alumnus Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung itu. Dengan kapasitas itu, meski padat penebaran tinggi, misal mencapai 15 ekor/m2, kualitas air tetap bagus.

Tiga ruang
Filter dapat dibuat dari bermacam bahan. Namun, bahan yang umum dipakai adalah kaca. Ia dipilih karena tembus pandang, sehingga bila terjadi penyumbatan dapat dideteksi dengan cepat. Sayang, filter itu hanya efektif untuk kolam kecil berukuran 10?20 m2 sebanyak 2?3 kolam. ?Jika kolam banyak, lebih efisien memakai filter samping seperti merawat koi,? ujar Juanda, peternak di Bekasi Barat.

Untuk kolam kecil, kotak filter didesain minimal berukuran 90 cm x 30 cm x 60 cm. Kotak itu dibagi menjadi 3 ruang utama. Setiap ruang terdiri dari beberapa lapis penyaring. Tersusun dari atas ke bawah; zeolit, busa, arang aktif, dan bioball. Dengan pompa, air dari kolam akan tersedot melalui pipa PVC berdiameter 2 cm. Air mengalir masuk lewat sisi bawah ruang pertama. Berikutnya ia akan tersaring dari atas ke bawah di ruang ke-2. Terakhir masuk kembali lewat sisi bawah di ruang ke-3, sebelum akhirnya masuk ke kolam dalam bentuk kucuran air.

?Kucuran air sangat berguna meningkatkan oksigen terlarut di kolam,? ujar Ivan. Meski demikian, penggunaan filter tidak menjamin seluruh kotoran tersaring. Maklum, kotoran kadang menyebar atau masuk ke dalam rumah lobster. Apalagi ujung pipa pompa penyedot lazim diletakkan diposisi setengah dari ketinggian air. ?Karena itu bagian dasar kolam tetap perlu disipon secara periodik,? ujar mantan karyawan perusahaan otomotif di Jakarta itu.

Zeolit
Menurut Sulis, peternak di bilangan Darmo, Surabaya, komposisi penyaring perlu diperhatikan. Bioball mutlak ada. Di sanalah nantinya akan berkembang bakteri pengurai amonia. ?Dalam susunan penyaring filter, bioball bisa menempati 60% dari isi filter,? ujar istri Susanto Himawan itu. Bioball tidak perlu dibersihkan. Maklum untuk menumbuhkan bakteri pengurai di dalamnya dibutuhkan waktu relatif lama, 2?3 bulan.

Keberadaan arang aktif sebetulnya bisa dihilangkan jika bioball sudah ditumbuhi bakteri. Arang aktif berperan sama sebagai penyerap racun. Yang sering terlewatkan peternak, sumber kalsium yang dibutuhkan red claw terutama saat melakukan moulting atau pergantian kulit, tidak jelas sumbernya. Jika mengandalkan pelet buatan, minimal kandungan kalsium di dalamnya bisa membantu. Namun sebaliknya jika hanya pakan alami diberikan, proses moulting terhambat. ?Sebagai gantinya diberi zeolit. Untuk 12 m3 air perlu sekitar 5 kg,? tutur Ivan.

Agar filter bekerja optimal, perawatan berkala tetap diperlukan. Di luar, bioball, penyaring lain boleh dicuci setiap 6 bulan sekali. Namun, frekuensi pembersihan harus ditingkatkan jika pelet lebih banyak diberikan. Setidaknya pencucian dilakukan 2 bulan sekali. ?Meski ada filter, 25% air kolam setiap bulan harus diganti baru. Juga 50% lainnya pada setiap 3 bulan,? ujar Juanda. Dengan demikian Cherax quadricarinatus Anda akan bernapas panjang dan tampak bugar. (Dian Adijaya S)

Jalan Tol Cetak Lobster Konsumsi

Oleh trubus
Kamis, 09 Maret 2006 17:26:08



Selama ini lobster yang dibesarkan dengan beragam teknologi waring dan EDU umumnya memakan waktu 7 bulan. Dengan memanfaatkan arus deras yang berkembang awal 2005 memberi harapan baru bagi peternak. Cara yang dipakai Cuncun Setiawan di Bintaro, Tangerang, itu membuat waktu panen maju 30 hari. Sayang, teknologi terbentur sumber air karena kolam sangat mengandalkan debit air yang besar.

Kesuksesan Firman menyunat waktu pembesaran tidak mengandalkan teknologi maupun modifi kasi kolam budidaya. Pengelola bengkel motor di Sidoarjo, Jawa Timur, lebih menekankan pentingnya seleksi benih. Calon benih harus bongsor. Cirinya tubuh agak kekar dan sedikit lebih panjang. Benih seperti itu jelas sulit didapat. Dari setiap betina bertelur, hanya 10% saja yang terlihat bongsor setelah mencapai ukuran 5 cm.

Tambah pakan
Perawatan yang dilakukan Firman sama seperti umumnya peternak. Kualitas air dijaga dengan fi lterisasi. Pelet dan pakan alami seperti cacing tanah dan keong mas diberikan bergantian. Yang berbeda hanya dosis pemberian pakan. Jika selama ini jumlahnya berpatokan 1,5?2% dari bobot tubuh/hari, ayah 2 putra itu menaikkan hingga 5%. ?Benih bongsor lebih rakus sehingga akan cepat besar,? ujar penggemar tenis itu.

Wajar bila kemudian pertumbuhan red claw selama 2 bulan pertama melesat hingga mencapai ukuran sekitar 8 cm. Tiga bulan berikutnya panjang tubuh Cherax quadricarinatus itu 15 cm. Bobot rata-rata mencapai 100?110 g/ekor. ?Bila ruang gerak cukup, lobster lebih cepat besar,? tutur Firman yang mengatur padat penebaran 8?10ekor/m2.

Menurut pemilik Kayumanis Lobster Training Center di Bogor, Toni Kurniawan, pembesaran lobster supercepat itu sangat mungkin dilakukan. Bahkan waktu pembesaran bisa dipacu lebih singkat lagi hingga 4,5 bulan, bila seleksi benih lebih cermat. ?Dampak pembesaran supercepat ini cukup besar, seperti mengurangi biaya operasional,? ujarnya.

Kolam tanah
Menurut FX Santoso, peternak di Surabaya, semua benih sebetulnya dapat dipaksa tumbuh cepat, terutama jika pembesaran dilakukan di kolam tanah berukuran besar di atas luasan 200 m2. ?Cukup ditebar biasa saja, panen dapat dilakukan sekitar 6 bulan berikutnya,? ujar mantan kontraktor itu. Meski demikian banyak rambu-rambu yang perlu dipatuhi agar tujuan berhasil.

Jenis struktur tanah kolam yang selama ini diabaikan peternak justru menjadi vital. Tanah berpasir, misalnya, berisiko karena menyebabkan air mudah hilang. Masalah lain juga timbul saat kolam dibangun di atas tanah yang terlalu liat. Tanah liat menghambat proses penyerapan kotoran secara alami. ?Yang terbaik struktur tanah itu campuran lempung dan sedikit berlumpur,? ujar FX Santoso.

Pemakaian plastik sebagai penahan agar air tidak merembes tidak disarankan. Pemakaian plastik membuat bagian tanah di bawahnya berembun. Selama plastik dijamin tidak bocor tidak ada masalah. Namun, kenyataan di lapangan capit lobster dengan mudah merobek plastik. Akibatnya kualitas air berubah karena tanah yang tertutup plastik menjadi asam. ?Karena kebocoran itu, dari penebaran 14.000 benih pada November 2005, hanya dalam sebulan cuma tersisa 4.000 ekor, selebihnya mati,? ujar FX Santoso.

Untuk menghindari kebocoran kolam, pemadatan tanah di awal pembangunan kolam mutlak dilakukan. Cara lain, dengan melapisi terpal tebal atau bahan lain yang tidak mungkin robek oleh capit lobster. ?Supaya murah biayanya, dinding kolam dilapisi potongan bambu saja. Dasarnya tetap tanah yang dipadatkan,? ujar Riswan Rismawan, peternak di Bekasi Barat.

Daerah dingin
Yang tidak banyak diketahui, pembesaran lobster dapat dilakukan di daerah bersuhu dingin sekitar 24?26?C. Dataran menengah di atas 600 m dpl seperti di Bogor dan Lawang, Malang, berpotensi menghasilkan ukuran konsumsi lebih cepat. ?Benih yang kami tebar Januari lalu kini sudah berukuran 6? 7 cm dan lebih gemuk,? ujar Renca P Sanny, peternak di Gunungsari, Bogor.

Jenis pakan juga sangat mempengaruhi cepat-lambatnya pertumbuhan lobster. Pemberian pakan pelet secara terus menerus membuat si capit merah tumbuh memanjang. Sebaliknya pemberian pakan alami membuat udang menjadi bongsor.

?Meski tampak lebih kecil, lobster yang diberi pakan alami umumnya berbobot lebih berat,? ujar Juanda, peternak di Pondokgede, Bekasi.

Menurut FX Santoso pembesaran lobster paling bagus menerapkan cara seperti pada budidaya udang windu. Kolam dipupuk dahulu agar sumber pakan alami melimpah. Ketersediaan oksigen terlarut diperbesar dengan pemakaian kincir air. Pemberian pakan dikontrol dengan memakai anco. ?Minimal dalam setengah tahun sejak tebar 2 inci lobster sudah dapat dipanen dengan bobot rata-rata 90?100 g/ekor,? ujar alumnus Teknik Arsitektur Universitas Kristen Petra, Surabaya, itu. (Dian Adijaya S)

Karena Setitik Aeromonas Melepuh Seluruh Ekor

Oleh trubus
Senin, 08 Mei 2006 16:15:38



Pak, lobster saya kok ekornya seperti melepuh, kenapa ya? ujar Santi -nama alias -menunjuk 30 lobster di box styrofoam 50 cm x 20 cm x 30 cm. Peternak di Surabaya itu pantas bersedih. Cherax quadricarinatus yang diandalkan sebagai penghasilan tambahan itu tampak dipenuhi benjolan kuning berkerut. Seandainya seluruh lobster mati, Santi bakal merugi hingga Rp3-juta.

Wajar bila Santi dengan setengah memaksa meminta FX Santoso di Surabaya untuk mengobati lobster itu. Sayang, pemilik Santoso Farm itu pun tak berdaya. Upaya pengobatan ia lanjutkan dengan membawa contoh air dan lobster ke laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Seminggu kemudian uji laboratorium menunjukkan biang penyakit itu adalah bakteri Aeromonas sp dan Salmonella sp.

Kehadiran bakteri aeromonas sebetulnya cerita lama. Hampir semua komoditas perikanan pernah diterjang bakteri itu. Bahkan pada kurun 1980 - 1981 menjadi wabah mematikan pada ikan mas. Serangan pada lobster baru diketahui di penghujung 2005. Kejadian itu diduga bermula dari Jawa Timur, lalu setahun kemudian merebak ke Jawa Barat dan Jakarta. Lobster yang terserang selalu menunjukkan gejala ekor melepuh.

Lingkungan buruk

Menurut Ir Arief Prajitno, MS, ahli penyakit ikan dari Universitas Brawijaya, Malang, penyakit ekor melepuh Haemorragil septicacaemia, itu memang disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri itu masuk melalui ekor yang sering menyentuh dasar kolam. Selanjutnya mikroorganisme itu menembus sistem kekebalan tubuh dan membuat darah keluar melalui pori-pori. Meski tubuh udang secara alami segera membuat antibodi dengan mengirimkan leukosit, tapi jumlah sel darah putih itu kalah jauh dibanding populasi aeromonas. Akibatnya, Ekor lobster dipenuhi bisul berisi nanah, ujar Arief.

Aeromonas bisa muncul setiap saat terutama bila kondisi lingkungan jelek. Misalnya, gara-gara sisa pakan yang menumpuk di dasar kolam menyebabkan kadar amonia meningkat. Kondisi itu sangat disukai bakteri aeromonas. Nah selama daya tahan tubuh lobster kuat, bakteri itu tidak akan mengganggu. Namun di sisi lain, dengan membludaknya jumlah amonia pH dan suhu air berubah drastis. Inilah yang berbahaya bagi lobster. Ketahanan tubuhnya menurun tajam.

Kenaikan dan penurunan pH yang masih bisa ditolelir lobster berkisar 0,2 - 0,5, serta suhu kurang lebih 2o C. Di atas itu lobster akan stres sehingga bakteri mudah menyusup ke dalam tubuh. Jika itu terjadi, lobster akan terlihat kusam, berlendir, dan selalu bergerak ke atas mencari oksigen, serta sedikit demi sedikit terlihat ekornya luka.

Menurut Dr Triyanto, ketua jurusan Perikanan dan Kelautan, Universitas Gadjah Mada, ekor lobster bagian paling sensitif. Sebab, ratusan sel saraf terdapat di sana. Sangat berbahaya bila ada penyakit di ekor, ujar alumnus UGM itu. Bila tak segera diobati bisa menyebar dan menimbulkan kematian massal. Untuk itu seyogyanya pisahkan lobster sakit di kolam tersendiri agar tidak menulari yang lain.

Desinfektan

Cara pencegahan ekor melepuh salah satunya manajemen pakan. Kebanyakan ekor melepuh akibat pemberian pakan berlebih, tutur Santoso. Idealnya jumlah pakan tidak boleh lebih 3 - 4%dari bobot tubuh supaya tidak tersisa. Pakan itu diberikan 3 - 4 kali dalam sehari, termasuk pada malam hari. Lebih sering lebih baik, misalnya selang 2 jam, tambahnya.

Selain itu kadar oksigen terlarut (DO) harus diperhatikan. Semakin tinggi kadar oksigen terlarut, kesehatan lobster semakin baik. Aerasi mutlak dipakai agar DO minimal mencapai 4 ppm. Demikian pula dengan pH dan suhu. Lobster menghendaki pH 6,7 - 7 dan suhu 28 - 30o C. Agar tidak terjadi fl uktuasi suhu dan pH secara drastis, kolam dinaungi shading net atau diberi atap.

Bila ekor lobster sudah telanjur melepuh, segera karantina. Rendam dalam larutan Oxytetracyclin , dosis 10 mg per liter air. Perlakuan itu selama seminggu. Atau boleh juga Oxytetracyclin dicampurkan pada pakan. Dosisnya, 60 - 75 mg Oxytetracyclin untuk 1 kg pakan. Campuran itu diberikan selama 7 - 14 hari. Pengobatan dapat diulang 2 - 3 kali jika belum berhasil.

Cara lain dengan merendam lobster dalam desinfektan. Larutkan 20 mg PK dalam 1 liter air. Tunggu hingga 30 - 60 menit, lalu masukkan ke dalam akuarium steril. Setelah itu baru lobster dicemplungkan selama 3 - 5 detik. Risvan Rismawan, peternak lobster di Bekasi, cukup memotong ekor yang melepuh dan mengolesinya dengan obat antiseptik. Kemudian lobster dikarantina di dalam akuarium berisi larutan methylen blue sebanyak 5 tetes per 5 liter air.

Jangan lupa, untuk menghindari kemungkinan kolam tercemar aeromonas bersihkan dengan khlorin. Biarkan selama 1 hari sebelum dibilas detergen. Dua puluh empat jam kemudian, bilas lagi kolam dengan air bersih agar sisa-sisa klorin dan detergen hilang. Pada hari ke-4 kolam sudah bisa diisi air dan esok harinya lobster dimasukkan kembali. Untuk kolam tanah, setelah dikeringkan ditaburi kapur tohor pada setiap sudut. Jemur selama 1 - 2 minggu hingga dasar kolam terlihat retak-retak sebelum diisi air baru. (Lastioro Anmi Tambunan)

Murah dan Cepat ala Australia

Oleh trubus
Kamis, 15 Februari 2007 16:26:22



Enak benar peternak lobster di Australia. Untuk menghasilkan bibit lobster ukuran 5 cm mereka cuma butuh waktu 4 bulan sejak pemijahan. Kawin, gendong telur, dan pembesaran burayak terjadi di satu kolam. Di sini waktu yang diperlukan 5 bulan. Selama itu terjadi 2 kali pemindahan induk dari kolam satu kekolam lain.

Gara-gara lobster dalam satu kolam, peternak Negeri Kanguru itu hanya memperoleh 25.000 hektar ukuran 5 cm. Namun, 4 bulan kemudian, seluruhnya berubah wujud menjadi indukan dan lobster konsumsi berbobot 70-110 g/ekor. Tidak ada satu pun yang tewas.

Angka 25.000 ekor itu jauh di bawah produksi Agung Lukito, peternak di Jakarta Timur. Lewat teknik pindah kolam, dari hitung-hitungan di atas kertas ia bisa mendapatkan 125.000 lobster ukuran 5 cm. Namun yang jadi besar hanya 40%, ungkap Agung. Sisanya mati karena kanibalisme dan gagal moulting. Waktu yang dibutuhkan sama saja, hanya 4 bulan. Gaya beternak ala Agung itu menghasilkan lobster konsumsi berbobot 50-60 g/ekor.

Seleksi bibit

Adalah Clive Jones-penemu strain walkamin-yang menebarkan 250 betina dan 100 jantan di satu kolam tanah berukuran 50 m x 20 m itu. Empat bulan setelah kawin massal, kolam dikuras untuk memisahkan jantan dan betina sekaligus seleksi bibit. Yang diambil hanya 100 lobster dengan pertumbuhan bongsor diprediksi mampu mencapai ukuran induk dan konsumsi. Sisanya, 20%, lobster kuntet yang tidak dipakai lagi.

Menurut FX Santoso, pakar lobster di Surabaya, perkawinan dan pembesaran dalam 1 kolam sah dilakukan, minimal di luasan kolam 1.000 m2. Ia menuturkan sistem Australia itu telah lama diadopsi peternak di Lamongan. Namun, hasilnya kurang memuaskan. Kualitas air dan cara budidaya kurang diperhatikan, sehingga ukuran lobster tidak seragam dan tingkat kematian tinggi, ujar pemilik Santoso Farm itu.

Ir Cuncun Setiawan di Bintaro, Tangerang, mengungkapkan pemeriksaan air wajib dilakukan setiap hari. Biasanya pH 7, suhu 24-30oC, dan sechi disk maksimal 30-70 cm, ujarnya. Pemilik Bintaro Fish Farm itu menghitung, sistem Australia mampu menekan ongkos produksi. Total biaya untuk lahan seluas 1.000 m2 Rp2-juta/panen. Lebih murah ketimbang pengeluaran Agung, Rp40.000/kg dan, untuk mencetak ukuran konsumsi Rp200/ekor serta bibit.

Kolam cekung

Supaya produksi maksimal, kolam di Australia bebas dari predator, seperti burung dan ular. Caranya memberi peneduh waring dan membentengi kolam dengan kawat ram setinggi 2 m. Lebar kolam yang hanya 20 m itu membuat pemberian pakan mudah dan tersebar merata. Di ujung kiri kolam dipasang pipa berdiameter 5 cm untuk pembuangan air.

Agar lobster nyaman, kolam diberi 250 waring yang disusun vertikal di 40 titik berjarak 2 m. Kumpulan potongan pipa PVC sepanjang 15 cm sekitar 100 buah pun diletakkan menyebar. Keduanya berfungsi sebagai tempat bermain dan bersembunyi saat moulting. Adanya tempat bersembunyi itu menekan kanibalisme hingga 20%.

Perbedaan lain terlihat dari bentuk kolam. Kolam didesain oval dengan cekungan di dasar. Cekungan yang tidak tajam itu membuat water lift-pipa gelembung udara-yang diletakkan di tengah kolam bergerak leluasa. Water lift mendorong dan menciptakan arus dari bawah menyembur ke atas. Gerakan itu disokong tekanan udara, sehingga air terisap ke atas menimbulkan gelembung-gelembung yang mengalir tenang. Alat itu dihidupkan selama 12 jam mulai pukul 18.00 lantaran malam hari kadar oksigen di kolam turun. Cekungan juga mempermudah panen karena lobster akan berkumpul di sana.

Berbeda dengan peternak lokal. Kolam umumnya berbentuk huruf U dengan dasar datar. Rancangan itu memudahkan peletakan rooster dan tidak banyak menimbulkan masalah. Problem muncul saat panen. Hanya losbter di rooster yang mudah dipanen dengan cara mengangkat rooster. Sisanya tetap perlu diambil dengan jaring karena posisinya menyebar.

Flow trape

Perbedaan mencolok terlihat saat proses panen dan seleksi. Saat panen, baik cara lokal dan Australia, air dikuras total. Namun, di Australia pemanenan memakai sistem flow trape. Caranya taruh bak berukuran 1 m x 50 cm bersekat 6 untuk menjebak lobster. Supaya lobster tertarik masuk, aliran air dari pipa atas dibuat searah bak. Air akan mengalir melewati papan seng yang diletakkan miring.

Saat kolam mengering, lobster mengejar air dengan memanjat papan seng, lalu jatuh dalam bak. Agar lobster tidak stres, kolam bak diberi arus kecil. Untuk membersihkan lobster dari lumpur dan kotoran, air dibubuhi garam.

Flow trape dipasang malam hari. Pagi harinya akan terjaring 95% lobster. Sisanya diambil manual. Waktu itu lebih singkat daripada sistem yang diterapkan di tanahair. Kolam dikeringkan dulu baru dipanen sekaligus diseleksi. Proses itu memakan waktu seharian, kata Cuncun. Selain itu, saat panen butuh banyak tenaga kerja untuk menguras kolam dan menyortir. Sebagai gambaran, panen di kolam seluas 1.000 m2 menyerap 6 tenaga kerja.

Proses sortir di Australia tidak manual, tapi memakai grader berukuran 1 m x 2 m x 60 cm. Dalam grader terdapat bar besi. Lebar bar disesuaikan ukuran lobster. Semakin ke bawah jarak bar semakin sempit. Lobster di bar atas berbobot paling besar, 70-90 g/ekor untuk konsumsi; tengah 50-60 g/ekor; dan di bawah untuk lobster kuntet. Lobster-lobster konsumsi ditaruh dalam cool storage bersuhu 15-17oC selama 48 jam. Setelah itu lobster siap dikirim dan tahan 20 jam perjalanan.

Di sini, sortir dilakukan manual. Saat panen lobster langsung diseleksi. Padahal saat itu kadar oksigen terlarut di kolam menipis. Akibatnya lobster sering tampak lemas setelah disortir. Risiko kematian pun akan tinggi saat pengiriman. Sampai di tangan konsumen masih bisa prima, tapi beberapa hari kemudian ada yang mati, kata Cuncun.

Beternak lobster di Indonesia dan Australia itu berbeda. Di sini, sifat kanibalisme lobster ditekan sekuat mungkin. Di Australia risiko lahap-melahap antarlobster diabaikan. Itulah enaknya beternak lobster di negeri tetangga itu. (Lastioro Anmi Tambunan)

Harga Layak Sekilo Lobster Konsumsi

Oleh trubus
Kamis, 05 April 2007 14:07:42



'Pak, apa benar harga jual lobster konsumsi hanya Rp125.000/kg?' ujar Mina Natalia. Peternak pembesar di Jakarta Timur itu masygul setelah mengetahui harga beli dari seorang penampung di Jakarta yang dianggap terlalu rendah. Maklum setahun lalu saat memutuskan membesarkan lobster, Mina memonitor harga sekilo Cherax quadricarinatus berkisar Rp200.000-Rp250.000/kg.

Rasa tak puas itu berlanjut hingga akhirnya Mina Natalia-nama alias memilih membiarkan lobster konsumsi rata-rata berbobot 100-120 g/ekor itu tetap tinggal di 2 kolam berukuran 5 m x 5 m. 'Kalau dipanen mungkin dapat sekitar 15-20 kg,' ujar alumnus Akademi Sekretaris Tarakanita di Jakarta Timur itu.

Hitung-hitungan di atas kertas sebetulnya Mina tetap dapat memperoleh laba lumayan meski menerima harga jual Rp125.000/kg itu. Biaya pembesaran dari bibit 2 inci hingga 4,5-5 inci, berbobot rata-rata 100-120 g/ekor, berkisar Rp40.000-Rp60.000/kg. Biaya tinggi karena menggunakan pakan pelet udang. Namun, jika pakan alami yang diberikan seperti keong-mas, maka biaya dapat ditekan lebih rendah.

Jual langsung

Menurut Ir Cuncun Setiawan selisih harga di peternak dan penampung me-mang besar. 'Peternak ingin memperoleh harga sesuai harga jual yang diterima penampung dari restoran,' ujar pemilik Bintaro Fish Farm di Tangerang itu. Andai peternak memiliki akses langsung ke restoran, harga Rp200.000 bisa didapat. Namun, yang menjual via penampung tentu tidak. 'Penampung sudah menghitung risiko kematian saat lobster dipelihara sementara di penampungan,' tambahnya.

Dibandingkan harga sesama anggota crustacea, lobster air tawar tetap masih lebih tinggi. Lihat saja harga udang windu yang berkisar Rp35.000-Rp45.000/kg. Di atas harga Rp100.000/kg bertengger lobster air laut dan udang galah. Lobster air laut misalnya hanya sedikit lebih mahal Rp5.000/kg, sekitar Rp130.000/kg di tingkat penampung.

Berapa harga yang sebetulnya pantas diterima peternak? Hingga kini memang belum ada standarisasi harga lobster konsumsi di tanahair. Bernard Raharjo, peternak di Tangerang, menuturkan seandainya harga lobster dapat seperti di Australia, peternak tidak akan bingung. Di seluruh Australia harga pasaran sekilo lobster konsumsi saat ini dipatok $Aus25 setara Rp175.000/kg (kurs Rp7.000). 'Harga di sana stabil karena produksi lobster konsumsi sudah stabil,' ujar Bernard.

Celakanya ketidakpastian pasar tetap dianggap biang keladi sulitnya menentukan nilai jual lobster konsumsi di tanahair. 'Konsumen akhirnya belum tergambar jelas,' ujar FX Santoso, peternak di Surabaya. Restoran dan kafé yang membutuhkan pasokan lobster konsumsi serapannya masih relatif kecil. 'Saya pernah menyediakan 2-5 kg, tapi tidak habis dalam sehari,' kata Erik Susilo, pemilik restoran seafood di bilangan MT Haryono, Semarang.

Erik menduga kurangnya promosi menu-menu lobster konsumsi menjadi salah satu penyebab. 'Kalau promosi bagus, tanggapan masyarakat pasti bagus,' ujarnya. Terbukti dengan cara getok tular seperti saat mempromosikan menu lobster butter garlic, Erik dapat rutin menjual 3-4 kg/hari lobster ukuran konsumsi.

Tetap besar

Pasar lobster konsumsi memang masih terbuka lebar. Contoh Yogyakarta. Menurut Johan Effendi, Kota Gudeg itu membutuhkan 100 kg/bulan. 'Dari jumlah itu paling baru setengahnya yang terpenuhi,' ujar ketua Asosiasi Pengusaha Air Tawar itu. Harga jual rata-rata Rp100.000-Rp125.000/kg. Harga itu layak karena biaya mencetak lobster konsumsi dari bibit hanya Rp38.000/kg.

Menurut Yanto Susilo kebutuhan ibukota mencapai 500 kg/bulan. 'Tetap sulit terpenuhi lantaran peternak pembesar saat ini tidak banyak,' ujar ketua Koperasi Lobster Air Tawar (KOPELATI) di Jakarta itu. Khusus Jakarta karena komponen produksi lebih mahal, Yanto memperkirakan harga sekitar Rp150.000/kg di tingkat peternak cukup pantas. 'Kurang dari itu keuntungan peternak jadi kecil karena biaya produksi mencapai Rp60.000,' ujarnya

Berkaca dari kenyataan yang ada, Cuncun dan FX Santoso berharap justru pasar yang mengontrol harga lobster konsumsi. 'Mahal tidaknya tergantung dari penawaran dan permintaan saja,' kata Cuncun. Artinya bisa saja saat panen melimpah harga lobster Rp125.000/kg seperti yang diterima Mina. Namun, 3-4 bulan kemudian saat produksi berkurang, Mina pun dapat berharap memperoleh harga lebih tinggi lagi. (Andretha Helmina)

http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=5&artid=620

Sabtu, 07 Juli 2007

Kolam Lobster Irit Lahan

Oleh trubus Selasa, 11 April 2006 11:15:09

Fisik kolam-kolam itu terlihat kokoh. Semua tidak lepas dari rancangan awal yang dibuat 2 tahun lalu. Agar dapat disusun bertingkat, plester kolam memakai rangka beton. Rangka itu disusun melintang dan tegak secara bergantian sehingga saat dicor setebal 10 cm bisa menahan beban berat. Kolam paling bawah berukuran 4 m x 2 m sebanyak 3 buah. Dua kolam lain dibangun berjenjang. Di tengah 2 kolam berukuran 3 m x 2 m. Bagian teratas kolam berukuran 2 m x 2 m.

Menurut Juanda perlu waktu sekitar 3 bulan untuk mengerjakan kolam itu. Lamanya waktu itu lebih karena rumitnya meletakkan posisi kolam pada setiap tingkat. Pada setiap tingkat hanya setengah dari panjang kolam yang tampak dari luar. Sisanya tertutup oleh kolam lain di atasnya. ?Pada kolam harus ada celah sekitar 1 m agar bisa memberi pakan dan mengecek kondisi lobster,? ujar pengusaha di Bekasi itu.

Ruang filter
Kolam-kolam setinggi 1 m itu saling berhubungan melalui pipa PVC berdiameter 3 cm di setiap sisi. Tujuannya agar filterisasi air berjalan maksimal. Setiap 3 kolam terhubung dengan sebuah sistem filter. Cara itu ditempuh setelah percobaan pertama Juanda pada akhir 2004 gagal. Sistem filter tunggal tidak mampu secara tuntas mengeliminasi kehadiran zat-zat beracun. ?Banyak lobster mabuk amonia yang tidak tersaring,? ujar kuliner itu.

Sistem filter yang dipakai cukup unik. Mirip untuk pemeliharaan koi di kolam. Filter tersusun dari 4 ruang berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm secara pararel dengan sekat kaca. Ruang pertama berisi zeolit sebanyak 5 kg. Dua ruang berikutnya berisi campuran bioball dan zeolit, serta busa dan zeolit. Semua akan bermuara di ruang terakhir yang terdapat pompa. Lewat alat berdaya 2 l/detik itu air bersih kemudian diangkut ke kolam teratas.

Menurut praktisi lobster, Risfan Rismawan dari Harapan Fish Center di Bekasi, langkah yang dipakai Juanda memang cukup efi sien menghemat lahan. ?Yang penting melihat kapasitas fi lter. Idealnya untuk setiap 12 m 3 air perlu filter berkapasitas 1 m3,? ujar ayah 1 putri itu. Yang lain padat penebaran harus agak jarang. Patokannya 8 -10 ekor/m2. Jumlah itu bisa saja ditingkatkan 2 kali lipat dengan memakai rooster atau rumah lobster. Namun, kapasitas filter juga perlu dinaikkan hingga 2 kali lipat.

Meski difilter, bukan berarti penyiponan tidak dilakukan. ?Walau posisi pipa penyaring dibuat agar bisa mengisap kotoran, tapi kadang masih ada kotoran tertinggal,? ujar Juanda. Penyiponan umumnya dilakukan untuk pakan alami yang bila membusuk akan mengapung di atas permukaan air, seperti keong mas dan sisa-sisa sayuran.

Lahan sempit
Ide Juanda memakai kolam bertingkat muncul karena keterbatasan lahan budidaya. ?Selama ini pembesaran memerlukan lahan luas. Lahan seperti itu tak mungkin didapat di Jakarta, kecuali daerah pinggiran,? ujar kelahiran Jakarta itu. Sebab itu pula selama setahun lebih ia bereksperimen membangun kolam pembesaran untuk rumahan. ?Kalau dihitung ongkosnya cukup mahal. Untuk 12 kolam saja bisa sampai Rp80-juta,? tambah Juanda.

Menurut FX Santoso, peternak di Surabaya, pembesaran cara bertingkat bisa saja dilakukan dengan menggunakan bak fiber. ?Konstruksinya dapat memakai kayu, tapi maksimal 2 tingkat,? ujarnya. Posisi bak pun umumnya hanya bisa tegak lurus sehingga antarbak benar-benar terpisah. Model seperti ini memberi peluang masuknya sinar matahari ke dalam bak. ?Sebetulnya desain kolam atau bak apa pun bisa dipakai asal sirkulasi dan kualitas air tetap terjaga,? ujar Santoso.

Dari lacakan Trubus melalui dunia maya, pemakaian kolam bertingkat untuk pembesaran di luar negeri belum pernah dilakukan. Queensland Crayfish Farmers Association (QCFA) di Australia yang khusus menangkarkan Cherax quadricarinatus, memilih pembesaran memakai kolam terbuka. Maklum di sana lahan luas masih banyak tersedia. (Dian Adijaya S)

http://www.trubus-online.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=4&artid=216

About Lobster

Resume dari beberapa web site mengenai lobster