Rabu, 15 Agustus 2007

Agar Red Claw Terbang Jauh

Oleh trubus Kamis, 09 Maret 2006 17:18:04

Belakangan teknik pengemasan untuk pengiriman jarak jauh itu dimodifikasi. Musababnya tingkat kematian mencapai 50% akibat kantong bocor tertusuk capit red claw. Oksigen menguap sia-sia. ?Ini kelemahan jika mengemas lobster dengan teknik basah,? ujar pemilik Bintaro Fish Center yang menuai rugi hingga Rp3-juta - Rp4-juta itu.

Kejadian serupa pernah menimpa Piere - sebut saja demikian - hobiis di Depok, Jawa Barat. Lantaran aral di tengah perjalanan, dari Surabaya ke Jakarta yang biasanya ditempuh 10 jam dengan kereta cepat, molor menjadi 30 jam. Alhasil 32 induk lobster yang diperkirakan mampu bertahan selama 16 jam meregang nyawa. ?Berbagai cara dicoba untuk menyelamatkan, mulai dari membuka boks styrofoam agar oksigen masuk, hingga memercikan air supaya tetap lembap,? ujarnya.

Obat bius
Supaya lobster selamat sampai di tempat tujuan banyak hal yang harus diperhatikan. Kondisi lobster yang akan dikemas harus prima. Artinya, lobster dikirim tidak dalam kondisi moulting atau ganti kulit. ?Kalau lobster menunjukkan gejala atau sedang ganti kulit jangan pernah dikirim,? kata Cuncun. Saat itu kulit kepala lobster lembek dan merekah. Ia pun lemah dan sensitif terhadap perubahan lingkungan. Yabby - nama lain lobster - yang sedang menggendong telur atau benih umur 1 bulan juga sebaiknya tidak dikirim. Pasalnya, mereka perlu terendam air dan butuh oksigen tinggi.

Setiap peternak memiliki cara kemas lobster yang berbeda. Cuncun misalnya, menggunakan styrofoam berukuran jumbo, 0,75 m x 0,5 m x 0,4 m. Kotak itu kemudian dilapisi busa atau kapas filter basah seukuran panjang dan lebar styrofoam. ?Selain tebal dan tidak mudah sobek, kapas filter mampu menahan kelembapan dan suhu,? ucapnya. Agar memuat banyak lobster, styrofoam disekat menjadi 2 tingkat. ?Sebaiknya jangan terlalu padat karena bisa kehabisan oksigen,? tambah Cuncun. Patokannya, lobster telah menutupi seluruh dasar styrofoam. Bongkahan es kemudian ditaruh di setiap sudut styrofoam. Es batu berfungsi sebagai obat bius. Pada suhu dingin, 15 - 20oC, metabolisme terhambat sehingga red claw bergerak lamban bahkan cenderung diam. Otomatis pasokan oksigen di dalam styrofoam tetap terjamin. Agar es tidak cepat mencair, es batu dibungkus koran.

Ketersediaan oksigen murni sangat diperlukan. Setiap kotak styrofoam sebaiknya diisi 3 - 5 ppm. Bila perjalanan menggunakan kereta api atau bus, styrofoam tidak perlu dilubangi. Dengan begitu udara panas tidak masuk ke dalam. Sebaliknya menggunakan pesawat terbang, dinding styrofoam perlu dilubangi. Maksudnya, agar sirkulasi udara tetap terjaga.

Peternak juga biasa menggunakan plastik mika beralas koran basah. Pemakaian kertas koran harus berhati-hati. Koran basah bisa melumerkan tinta dan zat kimia lain. ?Itu bisa meracuni lobster,? ujar Cuncun. Disarankan kertas koran yang digunakan tebal dan tidak luntur bila terkena air. Plastik mika itu disusun 4 - 5 tingkat di dalam styrofoam. Agar kotak tidak berjatuhan, plastik mika direkat selotif.

Daun pepaya
Semua teknik kemas bertujuan menghindari stres dalam perjalanan. Maklum, stres lantaran perubahan suhu dan lama perjalanan mengakibatkan kematian. Oleh karena itu Pieter Sousilisa, karyawan Santoso Farm, Surabaya, menggunakan alas koran basah ditambah dengan 2 - 3 helai daun pepaya dalam plastik mika. Daun Carica papaya itu berperan membius lobster. ?Daun pepaya membuat lobster tenang,? katanya. Selain daun pepaya Pieter juga menggunakan es batu sebanyak 12 balok untuk perjalanan berjarak tempuh 4 - 6 jam.

Untuk mengurangi kematian lantaran tergencet, Pieter menggunakan rak kayu 3 tingkat. Rak itu dibuat seukuran styrofoam. Dengan menggunakan teknik rak, volume pengiriman tidak banyak, maksimal 4 plastik. Masing-masing plastik berukuran 20 cm x 20 cm itu berisi 7 - 8 ekor. ?Memakai rak bertingkat kematian bisa ditekan hingga 0% karena tidak terlalu padat,? ujar Pieter.

Lain tempat lain pula caranya. Peternak lobster di Papua menggunakan sabut kelapa dan daun paku-pakuan sebagai alas. Sabut kelapa mudah diperoleh dan murah. Kalau tidak ada, serutan kayu pun kerap digunakan. Hanya saja ada beberapa jenis kayu mengeluarkan bau tak sedap sehingga meracuni lobster. Sebab itu pemakaian sabut, dedaunan, dan serutan kayu sebagai media kemas tidak disarankan. Apalagi pengemasan untuk ekspor. Alas-alas itu dikhawatirkan membawa penyakit.

Oleh karena itu pilihlah teknik dan bahan-bahan pengemasan yang nyaman dan aman bagi lobster. Sebab keberhasilan menerbangkan lobster jarak jauh identik dengan gemerincing rupiah mengalir ke pundi-pundi. (Rahmansyah Dermawan/Peliput: Dian Adijaya Susanto)

Tidak ada komentar: